Minggu, 29 Desember 2013

Kata Bijak Mahatma Gandhi & Kumpulan Nasehat Mahatma Gandhi

“Manusia harus memilih salah satu di antara dua jalan, menanjak atau menurun. Tetapi karena ia mempunyai sifat brutal dalam dirinya, dengan mudah ia akan memilih jalan menurun daripada jalan menanjak, terutama ketika jalan menurun dihadirkan dalam pakaian yang indah. Manusia mudah menyerah ketika dosa dihadirkan dalam pakaian kebajikan”
“Pendidikan membaca dan menulis harus mengikuti pendidikan tangan, salah satu pemberian yang secara nyata membedakan manusia dan binatang. Adalah takhayul berpikir bahwa pembangunan manusia terlengkap mustahil dilakukan tanpa pengetahuan seni membaca dan menulis. Pengetahuan itu tidak diragukan lagi menambah keanggunan pada kehidupan, tetapi tidak mutlak dibutuhkan bagi moral, fisik atau pertumbuhan jasmani seseorang”
“Bila saya berkotbah menentang kehidupan semu kesenangansensual modern, dan menyuruh laki – laki dan perempuan kembali kepada kehidupan sederhana yang dilambangkan dengan ‘chakra’ ,saya melakukannya karena saya tahu bahwa tanpa kembali kepada kesederhanaan, tak terhindarkan kita akan menurun ke tingkat yang lebih rendah daripada kebrutalan”
“Aturan emas yaitu dengan tegas menolak memiliki apa yang tidak bisa dimiliki jutaan orang lain. Kemampuan untuk menolak ini tidak akan kita miliki begitu saja. Hal yang pertama adalah kita miliki begitu saja. Hal yang pertama adalah memupuk sikap mental untuk tidak menginginkan hak milik atau fasilitas yang tidak dimiliki oleh jutaan orang, dan hal berikutnya adalah menata kembali kehidupan kita sesegera mungkin sesuai dengan mental itu”
“Jangan silau oleh kemewahan yang datang dari Barat. Jangan tercerabut dari akarmu oleh pertunjukan sementara ini. Sang Bijaksana telah mengatakan kepadamu dalam kata – kata yang tak terlupakan bahwa rentang waktu yang singkat ini merupakan bayangan berkelebat, sesuatu yang cepat berlalu, dan jika kamu menyadari kehampaan dari yang tampak di matamu, kehampaan benda yang kita lihat di depan mata berubah, maka sebaliknya akan ada harta berharga untukmu di alam baka, dan kedamaian bagimu dan kebahagian sempurna bagi kita”
“Dia yang menyerah akan jatuh. Dia yang melepaskan diri dari semata – mata penghargaan akan naik. Tetapi tidak mementingkan diri sendiri bukan berarti bersikap acuh tak acuh terhadap hasil akhir. Dalam mempertimbangkan setiap tindakan orang harus mengetahui hasil akhir yang diharapkan, di samping itu juga mempertimbangkan caranya dan kesanggupan mencapai hasil tersebut. Dengan demikian dia, yang diperlengkapi, yang tidak memiliki hasrat akan hasil akhir, dan juga asyik sepenuhnya dengan pemenuhan tugas yang diberikan kepadanya bisa dikatakan meninggalkan buah – buah tindakannnya”
“Meskipun tanpa memenuhi seluruh hukum pengorbanan, yaitu hukum keberadaan kita, kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok kita, tetapi kita harus terus melangkah menuju keadaan ideal. Jika kita berbuat seperti itu, keinginan kita akan diminimalisir, makanan kita akan menjadi sederhana. Maka seharusnya kita makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan. Biarlah orang yang meragukan ketepatan anjuran ini bekerja keras demi makanan. Ia akan memperoleh kenikmatan terbesar dar hasil kerjanya, meningkatkan imannya, dan menemukan banyak hal yang ia peroleh adalah berlebihan”
“Kamu akan melindungi kehormatan istrimu dan bukan menjadi tuannya, melainkan sahabat sejatinya. Kamu akan merangkul badan dan jiwanya dengan suci seperti saya percaya bahwa ia akan merangkul badan dan jiwamu sama sucinya. Pada akhirnya kamu harus menjalani kehidupan yang melelahkan dan kesederhanaan serta pengekangan diri. Jangan biarkan salah satu dari kalian menganggap yang lainnya sebagai objek nafsu kalian”

dikutip dari: http://kata-kata-mutiara.org/kata-kata-bijak/kata-bijak-mahatma-gandhi/

Kata Bijak Mahatma Gandhi

Berikut adalah kumpulan kata bijak Mahatma Gandhi yang terkenal selama hidupnya:

“Kekuatan tidak berasal dari kapasitas fisik. Kekuatan berasal dari kemauan yang gigih”
“Kemurnian hidup adalah seni termurni dan tertinggi”
“Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan”
“Jadilah anda manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya anda sendiri yang tersenyum”
“Karena saat kita kaya bukan berarti kita bisa mengaku bahwa hati nurani kita benar tanpa menjalani disiplin apapun sehingga banyak ketidakjujuran terjadi di dunia yang membingungkan ini”
“Suka cita terletak pada perjuangan, usaha, termasuk dalam penderitaan, bukan pada kemerdekaan itu sendiri”
“Saya telah belajar dari pengalaman yang lebih pahit sebagai sebuah pelajaran paling penting; menyimpan amarah; dan ketika panasnya tersimpan, diubah menjadi energi, dengan demikian amarah yang terkendali dapat diubah menjadi kekuatan yang dapat menggerakkan dunia”
“Kebebasan individu dan kesaling-tergantungan keduanya penting dalam hidup bermasyarakat”
“Adalah dibawah martabat manusia jika seseorang kehilangan kepribadiannya dan menjadi tidak lebih daripada sebuah roda gigi pada mesin”
“Satu-satunya penguasa yang saya akui di dunia ini adalah ‘suara hening kecil’ di dalam hati”
“Semuanya berjalan baik meskipun segala sesuatu tampaknya salah sama sekali jika anda jujur terhadap anda sendiri. Sebaliknya, semuanya tidak baik bagi anda walaupun segala sesuatu kelihatan benar, jika anda tidak jujur terhadap anda sendiri”
“Bukankah sejarah dunia menunjukkan bahwa tidak ada romantika kehidupan jika tidak ada resiko?”
“Sasaran pernah menjauh dari kita. Semakin besar kemajuan, semakin besar pengakuan atas ketidaklayakan kita. Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Usaha penuh adalah kemenangan penuh”
“Pengetahuan sejati memberi kedudukan moral dan kekuatan moral”
“Musik kehidupan terancam hilang dalam musik suara”
“Dibutuhkan iman yang luar biasa, iman dan penyerahan yang murni dari segala yang ada di hadapan kita”
“Menyebut perempuan sebagai jenis kelami yang lebih lemah adalah fitnah. Itu merupakan ketidakadilan laki – laki terhadap perempuan”
“Semua beasiswa anda, semua studi anda mengenai Shakespeare dan Wordswordth akan sia – sia jika pada saat bersamaan anda tidak membangun karakter Anda dan mencapai keahlian mencapai pemikiran dan tindakan anda”
“Istri bukan merupakan budak suami, merupakan pendamping dan teman penolong suami serta mitra sejajar dalam suka dan duka, bebas memilih jalannya sendiri sebebas sang suami”
“Lupa bagaimana menggali dan merawat tanah adalah lupa akan diri sendiri”
“Seorang laki – laki tidak dapat berbuat benar di salah satu bagian kehidupan sedangkan ina berbuat salah di bagian lainnya. Hidup adalah keseluruhan yang tidak dapat dibagi”
“Tuhan sendiri adalah hakim kebesaran sejati karena Ia mengetahui isi hati manusia”
“Karakteristik istimewa peradaban modern adalah tak terbatasnya bermacam – macam keinginan manusia. Karakteristik peradaban kuno adalah larangan keras dan aturan tegas atas keinginan – keinginan itu”
“Kehidupan membaca dan menulis merupakan salah satu dari banyak cara untuk mengembangkan intelektual, tetapi di masa lampau kita mempunyai raksasa – raksasa intelektual yang tidak dapat membaca”
“Kehidupan lebih besar daripada segala seni. Saya bahkan akan melangkah lebih jauh dan mengumumkan bahwa orang yang hidupnya mendekati sempurna adalah seniman terbesar, karena apalah artinya seni tanpa dasar yang pasti dan kerangka hidup mulia?”

Rabu, 18 Desember 2013

Rahasia di Balik Hidup Sederhana

Menapaki hidup sederhana merupakan salah satu bentuk atau jalan yang dapat digunakan oleh setiap orang untuk menghayati dan merindukan keberadaan Tuhan (Hyang Widhi). Namun pada masa-masa ini, kesederhanaan hidup dipandang sebagai bentuk kemiskinan dan kenestapaan. Inilah yang menyebabkan banyak orang cenderung hidup bergelamor dan berlebihan. Pandangan bagi orang demikian hanya memberikan makna pada sisi luar saja, bukan memahami dan mengambil makna terdalam dari kehidupan ini.

Hidup sesungguhnya merupakan tapa, maka dalam hidup manusia mesti mampu mengendalikan diri, di mana pengendalian ini dapat ditempuh dengan menjalani hidup sederhana. Dalam kesederhanaan termuat dimensi spiritual untuk hidup sabar, menerima apa adanya, dan tidak berharap pada apa yang bukan menjadi haknya. Inilah inti sari dari pengejawantahan ajaran Veda-Vedanta.

Mahatma Gandhi seorang praktisi Vedanta mengatakan hidup sederhana bukan berarti hidup miskin, tetapi kesederhanaan inilah yang justru dibangun oleh setiap orang yang hendak menghayati dan meraih kasih Tuhan. Orang yang mengerti dan memahami hidup tidak akan bersedih, berduka ataupun menyesali nestapa yang terjadi pada dirinya, melainkan menerima itu sebagai suatu rahmat dari Yang Maha Kuasa. Alasan ini muncul karena tidak ada segala sesuatu pun yang tidak berasal dari Tuhan. Apakah itu kebaikan, keburukan, suka, duka, kehidupan ataupun kematian hanya bersumber dari yang Tunggal yaitu Tuhan. Untuk itulah ajaran Veda-Vedanta mengajarkan pada umat manusia untuk memahami bahwa Tuhan ada di mana-mana, (Wyapiwyapaka Nirwikara). Ada dan meliputi setiap makhluk ciptaan (Liswara Sarwa Bhutanam) dan akhirnya memahami bahwa segala-galanya adalah Tuhan di Semesta ini (Sarwan Kalvidam Brahman).

Persembahan yang sederhana bukan berarti rendah, tetapi sesederhana apa pun bentuk dan wujud bhakti itu, adalah utama bagi mereka yang memahami philoshopi dan spirit hidup. Karena pandangan mereka diubah pada pemahaman yang tertinggi akan wujud dan keberadaan Tuhan, yakni dimuati dengan perasaan bhakti yang penuh ketulusan dan kedermawanan. Karena mereka tahu bahwa Tuhan tidak melihat besar kecil dari suatu persembahan, tetapi Tuhan hanya datang dan meminta perasaan hati yang tulus dan bhakti. Karena itu Bhagawad Gita menghilhami dan mengajarkan kepada setiap umat manusia untuk pertama kali menyucikan perasaan hati (batin) kemudian menyucikan pikiran, dan selanjutnya menyucikan perkataan dan perbuatan. Ketiga sifat mulia ini merupakan naungan bagi mereka yang menempuh dan menapaki hidup sederhana.

Dalam kesederhanaan setiap orang dapat melatih kesabaran, pengendalian diri, kemunafikan, kecongkakan, dan kemarahan. Semua sifat buruk ini akan menjadi mengecil ketika seseorang memahami akan kesederhanaan hidup ini. Tampaknya begitu menderita bagi mereka yang menempuh hidup sederhana, namun pandangan ini tidak sepenuhnya benar, karena di dalam penderitaan ada benih-benih cinta yang menguatkan jiwa manusia untuk meraih pencerahan. Dalam hal ini Mahatma Gandhi mengatakan "You cant lead true life without suffering" yang artinya manusia tidak dapat menjalani hidup yang sesungguhnya tanpa penderitaan. Pandangan ini menguatkan bahwa hanya manusia yang pernah menderitalah yang dapat menghayati dan merindukan keberadaan Tuhan itu.

Mereka yang menderita akan menganggap, sekecil apa pun yang diperoleh merupakan rahmat yang besar dari Tuhan dan hanya orang yang pernah menderitalah akan merasakan kesenangan dan kebahagiaan tatkala mendapatkan keberuntungan. Sedang bagi mereka yang hidupnya tidak pernah dirundung penderitaan akan menerima segalanya sebagai hal biasa-biasa saja. Dalam sejarah kebaktian, seorang bhakta yang agung seperti Sabari cukup sinkronitas untuk melukiskan hal di atas, karena dia menderita cukup lama dan hidup sederhana sejak sepeninggal suaminya. Namun Ia larut dalam pelayanan dan selalu merindukan kehadiran Tuhan Sri Rama sehingga pada akhir dari kehidupannya ia berhasil meraih kasih Tuhan yang tertinggi dengan penyatuan yang abadi. Dan salah satu ajaran kesunyataan yang diberikan Sri Rama kepada Subari adalah untuk bisa menapaki hidup sederhana sebagai pemuja Tuhan.

Dikutip dari : http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=801&Itemid=81

Kamis, 24 Oktober 2013

Makna Hidup Sederhana

Apa makna hidup sederhana?

Jika kita tanyakan pertanyaan ini, apa arti hidup sederhana, ke setiap orang, kita akan mendapatkan jawaban yang beragam, sesuai dengan bagaimana dia memandang hidup ini.
Berdasarkan salah satu referensi yang saya baca, makna hidup sederhana adalah kita tidak terpengaruh dengan orang yang memuji maupun yang mencela, selama kita berada di atas kebenaran. Ya, hidup menjadi sangat rumit jika kita selalu mendasari aktivitas kita berdasarkan penilain orang, bukan penilain-Nya. Bahagia ketika ada yang memuji, dan sedih ketika tidak ada yang memuji. Malah ada yang berusaha mendapatkan pujian, meskipun yang dilakukan bukan sebuah kebenaran.
Makna hidup sederhana yang lain adalah apabila seseorang tertimpa musibah dalam kehidupan, seperti hilangnya harta, anak, orang tua, jabatan, atau selainnya, maka dia lebih senang memperoleh pahala atas hilangnya hal tersebut daripada berkata dan berbuat hal-hal yang malah mendatangkan dosa.
Emosi ada 2 macam, emosi pada tempatnya dan emosi tidak pada tempatnya. Bersedih ketika orang tua meninggal adalah wajar, emosi pada tempatnya. Namun bersedih diiringi dengan teriak-teriak, menyobek-nyobek baju, menjambak-jambak rambut, dan terus menerus sedih hingga puluhan tahun, bukanlah sebuah emosi pada tempatnya. Kembali ke kesadaran bahwa segalanya milik-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Ini juga merupakan salah satu makna hidup sederhana.
Segela sesuatu yang ada di dalam kehidupan ini sebenarnya sederhana, kita yang membuatnya rumit. Ketika bicara kebahagiaan, salah satu rahasianya adalah simplicity (kesederhanaan).
Simplicity merupakan upaya melihat ke luar, bagaimana kita memandang hidup ini. Upaya ini perlu dilakukan karena kita sering merasa atau melihat hidup ini kompleks dan rumit, padahal sesungguhnya tidak demikian. Semua tergantung pada cara pandang kita. Kita sering merumitkan hal-hal yang sederhana.
Ada  4 jenis orang dilihat dari kemampuan berpikir dan berkomunikasi dikaitkan dengan makna hidup sederhana:
1.Orang yang berpikirnya kompleks, tapi berkomunikasinya sederhana.
2.Orang yang berpikirnya kompleks, dan berkomunikasi juga kompleks.
3.Orang yang berpikirnya sederhana, dan berkomunikasinya juga sederhana.
4. Orang yang berpikirnya sederhana, tapi berkomunikasinya kompleks.
Tipe nomor satu merupakan tipe yang paling bagus. Dengan berpikir kompleks, kita akan melihat segala sesuatu secara holistik.
Sedangkan jika kita berpikir sederhana, Kita bisa kehilangan “big picture”nya.
Namun dalam berkomunikasi kita harus simple, agar bisa diterima orang. Bukannya menggunakan bahasa-bahasa yang sulit dicerna agar kelihatan intelek.  Coba perhatikan contoh berkomunikasi di bawah ini
 “Di usiaku ini, twenty nine my age, aku masih merindukan apresiasi karena basically, aku senang musik, walaupun kontroversi hati aku lebih menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih ya.”
Kira-kira orang yang tersebut masuk kategori mana? Kalau menurut saya sih masuk kategori orang yang pikirannya sebenarnya sederhana, tapi cara berkomunikasinya yang kompleks. :D
Salah satu syarat bahagia adalah berdamai dengan diri sendiri. Selain bersyukur, berdamai dengan dengan diri sendiri juga bisa dilakukan dengan kesadaran bahwa segalanya milik-Nya, dan akan kembali kepada-Nya. Tidak perlu merumitkan diri dengan penilaian manusia yang tidak ada ujungnya. :)

Dikutip dari : falasik.com/makna-hidup-sederhana/

Kamis, 17 Oktober 2013

Pengertian Nama Orang di Bali



OM Swastyastu,
Nama orang Bali ini merupakan salah satu keunikan yang ada di Bali dan hingga saat ini sebagian besar orang Bali masih menggunakannya.
Mungkin Anda yang bukan orang Bali bertanya-tanya; mengapa nama depan orang Bali ada kemiripan satu sama lainya. 
Orang Bali umumnya memiliki nama depan seperti I Putu, I Wayan, I Gede, I Made, I Nyoman, I Ketut, dst. Ada juga yang memiliki nama depan seperti: Ida Bagus, Cokorda, I Gusti, Anak Agung, dst. Lalu apa sebenarnya makna dari nama depan tersebut?
Nama Orang Bali pada umumnya relatif panjang. Sebagai contoh I Dewa Agung Made Mahendra. Cukup panjang bukan? Itu padahal nama intinya hanya satu kata yaitu “Mahendra”, bisa jadi lebih panjang lagi jika nama intinya lebih dari satu kata.
Lalu apa maksud dari “I Dewa Agung Made” pada nama saya?
Nama orang Bali umumnya diawali dengan sebutan yang mencirikan kasta (wangsa) dan urutan kelahiran. Sebelum saya melanjutkan, disini saya tidak ingin membahas masalah kasta yang sering menjadi pro dan kontra di masyarakat khususnya di Bali.
Jadi, nama orang Bali menjadi panjang karena di depannya ada embel-embel kasta atau nama keluarga (semacam marga) dan urutan kelahiran. Seperti saya, “I Dewa Agung” adalah mencirikan saya berasal dari kasta Ksatria. Selain itu ada juga I Gusti, I Gusti Ngurah, Anak Agung, Cokorda, I Dewa, Ida Bagus, Ida Ayu dan lainnya. Selain embel-embel kasta, ada juga kata "Made". Ini adalah ciri bahwa saya anak kedua. Jadi pada umumnya orang Bali bisa diketahui dia anak ke berapa dari nama depannya.
Menurut "sastra kanda pat sari", Nama-nama depan khas Bali itu sejatinya tidak lebih sebagai semacam penanda urutan kelahiran sang anak, dari pertama hingga keempat, adalah sebagai berikut:
  1. Anak pertama biasanya diberi awalan “Wayan” diambil dari kata wayahan yang artinya tertua / lebih tua, yang paling matang. Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga kerap kali digunakan Putu atau Gede. Dua nama ini biasanya digunakan oleh orang Bali di belahan utara dan barat, sedangkan di Bali Timur dan Selatan cenderung memilih nama Wayan. kata “Putu” artinya cucu. Sedangkan “Gede” artinya besar / lebih besar. Dan untuk anak perempuan kadang diberi tambahan kata “Luh” Contoh : I wayan budi mahendra, Ni Putu Erni Andiani, I Gede Suardika, Ni Luh Putu Santhi dll
  2. "Made" diambil dari kata madya (tengah) sehingga digunakan sebagai nama depan anak kedua. Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga kerap diberi nama depan "Nengah" yang juga diambil dari kata tengah. Ada juga yang menggunakan kata “Kadek” merupakan serapan dari “adi” yang kemudian menjadi “adek” yang bermakna utama, atau adik. Contoh: I Kadek Mardika, Ni Made Suasti, Nengah Sukarmi dll
  3. Anak ketiga biasanya diberikan nama depan "Nyoman" atau "Komang" yang  konon diambil dari kata nyeman (lebih tawar) yang mengambil perbandingan kepada lapisan kulit pohon pisang, di mana ada bagian yang selapis sebelum kulit terluar yang rasanya cukup tawar. Nyoman ini konon berasal dari serapan “anom + an” yang bermakna muda.  Kemudian dalam perkembangan menjadi komang yang secara etimologis berasal dari kata uman yang bermakna “sisa” atau “akhir”.  Jadi menurut pandangan hidup kami, sebaiknya sebuah keluarga memiliki tiga anak saja.  Setalah beranak tiga, kita disarankan untuk lebih “bijaksana”. Namun zaman dahulu, obat herbal tradisional kurang efektif untuk mencegah kehamilan, coitus interruptus tidak layak diandalkan, dan aborsi selalu dipandang jahat, sehingga sepasang suami istri mungkin saja memiliki lebih dari tiga anak. Contoh: I Nyoman Indrayudha, Ni Komang Ariyuni dll
  4. Anak keempat : diawali dengan sebutan “Ketut”, yang merupakan serapan “ke + tuut” – ngetut yang bermakna mengikuti mengikuti atau mengekor. Ada juga yang mengkaitkan dengan kata kuno Kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ia adalah anak bonus yang tersayang. Karena program KB yang dianjurkan pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang bertitel Ketut. Itu sebabnya ada kekhawatiran dari sementara orang Bali akan punahnya sebutan kesayangan ini. Contoh: I Ketut Nugraha, Ni Ketut Sudiasih dll
Orang Bali memiliki sebuah tabu bahwa petani tidak boleh menyebut kata tikus, di Bali disebut bikul,  di sawah, karena hal ini bagai mantra yang bisa memanggil tikus. Untuk itu di sawah, orang memanggilnya dengan julukan spesial  ” Jero Ketut”. Ia bermakna tuan kecil. Ini berangkat dari pandangan bahwa tikus bagimanapun juga adalah bagian dari keseimbangan alam.
Bila keluarga berancana gagal, dan sebuah keluarga memiliki lebih dari empat anak? Di sini ada 2 alternatif yang bisa dipakai orang tua untuk memberi nama depan pada anak kelima, keenam, dan seterusnya:
  • nama depan untuk anak kelima dan seterusnya mengulang kembali nama-nama depan sebelumnya sesuai urutannya.
  • Ada orang tua yang sengaja menambahkan kata "Balik" setelah nama depan anaknya untuk memberi tanda bahwa anak tersebut lahir setelah anak yang keempat. Contohnya: I Wayan Balik Suandra. Jadi nama depannya adalah "I Wayan Balik" yang menandakan bahwa dia adalah anak kelima, atau anak yang lahir setelah putaran 1 sampai 4. 
Selama ini, kalau seseorang sudah menggunakan nama depan Made, Komang atau Ketut, bisa dipastikan sebagai orang Jaba-kecuali untuk kelompok Brahmana di desa Buda Keling, Karangasem yang masih mempertahankan tradisi pemakaian nama Ida Wayan, Ida Made dan seterusnya. 
Tidak jelas benar, kapan tadisi pemberian nama depan ini mulai muncul di Bali. Yang pasti, menurut pakar linguistik dari Fakultas Sastra, Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Jendra, S.U. nama depan itu ditemukan muncul pada abad ke-14 yang dipakai oleh raja Gelgel saat itu bergelar Dalem Ketut Kresna Kepakisan yang kemudian dilanjutkan putranya, DalemKetut Ngulesir. Dalem Ketut Kresna Kepakisan merupakan putra keempat dari Sri Kresna Kepakisan yang dinobatkan mahapatih Majapahit, Gajah Mada, sebagai penguasa perpanjangan tangan Majapahit di Bali. 
Namun, Jendra belum berani memastikan apakah hal itu berarti tradisi pemberian nama depan itu sebagai pengaruh Majapahit atau bukan. Yang jelas, hal ini terpelihara sebagai tradisi yang cukup lama. Masyarakat Bali hingga akhir abad XX masih tunduk menggunakannya hingga akhirnya menjadi semacam ciri khas untuk membedakan orang Bali dengan orang luar Bali, sebelum akhirnya secara perlahan mulai bergeser, tidak lagi ditaati secara ketat oleh orang Bali. Pengingkaran ini sejatinya telah dimulai ketika nama-nama pokok yang mengikuti nama depan orang Bali juga mulai bergeser.
Selanjutnya, untuk membedakan jenis kelamin, orang bali mengawali setiap nama dengan menambah satu kata lagi, yaitu
  • Awalan “I” untuk anak lelaki
  • Awalan “Ni” untuk anak perempuan
Tapi tidak semua kasta (wangsa) orang Bali menggunakan kata I atau Ni. Misalnya dari golongan Anak Agung semuanya akan diawali dengan kata “Anak Agung”, "cokorda" dll.
Selain menunjukkan urutan kelahiran, ada nama depan tertentu yang menunjukkan kasta di bali. Penamaan berdasarkan Kasta ini merupakan gelar warisan turun temurun yang melekat pada keturunan orang Bali yang dulunya memiliki kelas tersendiri berdasarka profesinya.
  • Nama depan seperti "Ida Bagus" untuk pria atau "Ida Ayu" untuk wanita, menunjukkan bahwa dia berasal dari keturunan kasta Brahmana di Bali. Brahmana adalah kasta dari penggolongan profesi sebagai pemuka agama; misalnya pendeta. Contohnya: Ida Bagus Dharmaputra, Ida Ayu Diah Tantri.
  • Nama depan seperti "Anak Agung", "I Gusti Agung", "Cokorda", "I Dewa", "Desak" (perempuan), "Dewa Ayu" (perempuan), "Ni Gusti Ayu" (perempuan), dan "I Gusti Ngurah", ini berasal dari kasta Ksatria yang merupakan golongan profesi dari pelaksana pemerintahan dan pembela negara. Contohnya: Anak Agung Komang Panji Tisna, Anak Agung Ayu Wulandari, Cokorda Rai Sudarta, I Dewa Putu Kardana, I Gusti Ngurah Adiana, dll.
Namun sering kali nama depan dari kasta-kasta (wangsa) di atas juga diikuti dengan urutan kelahiran. Seperti misalnya: Ida Bagus Putu Puja, Ida Ayu Komang Rasmini, I Gusti Agung Made Jayandara, Ni Gusti Ayu Putu Anggraeni, dll.
Sehingga bila ada yang bernama “I Dewa Agung Made Mahendra” itu artinya
  • I” menunjukan jenis kelamin Pria
  • Dewa Agung” menunjukan gelar Wangsa bukanlah kasta di bali
  • Made” menujukan urutan kelahiran, dalam hal ini anak ke 2
  • Mahendra” menunjukan nama.
Disamping itu ada sapaan yang biasa diberikan oleh orang yang lebih kecil kepada yang lebih tua dan sebaliknya. Diantaranya:
  • sapaan “Bli” untuk setiap pria yang ditemui. Terlepas itu benar atau salah, orang Bali tidak pernah mempermasalahkan. Mereka lebih cenderung untuk menghargai pengunjung yang berusaha “menghormati” dengan sebutan yang lebih akrab seperti “Bli”.
  • sebutan “Mbok” diberikan untuk wanita Bali.
  • Sapaan “Adi / adik” atau menyebut nama langsung diberikan kepada wanita ataupun pria yang lebih muda.
Selain itu ada panggilan akrab yang sering didengar untuk memanggil orang bali yang masih kecil, anak remaja  atau lebih muda (kira – kira belum menikah) diantaranya
  • panggilan "Gus" untuk laki-laki. Gus ini bersumber pada kata “bagus” yang artinya tampan, ganteng
  • panggilan "Gek" merupakan singkatan dari “Jegeg” yang artinya cantik, ayu.
Bila kita melihat maksud dan tujuan dari penyampaian yang tersirat dalam budaya masyarakat asli Bali, ada pelajaran yang dapat kita ambil didalamnya, yaitu kita harus selalu dapat menghormati kepada yang lebih tua. Dengan kata lain budaya merupakan pembelajaran norma-norma kehidupan yang tidak terlepas dari pada apa yang diajarkan oleh Tuhan kepada kita dalam hidup di alam semesta ini.
Demikian penjelasan saya tentang arti di balik nama-nama orang Bali. Semoga bermanfaat buat rekan yang membacanya. Mohon maaf bila ada nama saudara-saudara di Bali yang kebetulan saya sebutkan sebagai contoh dalam tulisan saya ini. Apabila ada kekurangan dalam penjelasan ini, saya menerima kritik dan saran dari rekan sekalian. Terima kasih
Om santih santih santih om
Dikutip dari : https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/pengertian-nama-orang-di-bali/449293541759964

Salam Om Swastiastu (bukan OSA) - Salam Sekaligus Doa

OM Swastiastu,

"Om Swastiastu"  merupakan salam pembuka yang biasa diberikan oleh orang bali kepada seseorang yang ditemuinya. adapun maksud dari salam tersebut adalah sapaan sekalugus doa untuk lawan bicara agar orang tersebut selalu diberkahi oleh Tuhan YME.



adapun penjelasan mengenai kata tersebut, dapat dilihat dari percakapan Rsi dengan seorang suyasa.
Setelah sang Suyasa memperbaiki cara duduknya. Rsi Dharmakertipun mulailah:
“Anakku, tadi anakku mengucapkan panganjali: “Om Swastyastu”. Tahukah anakndaapa artinya?
Jika belum, dengarlah! OM adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi.
Nanti akan Guru terangkan lebih lanjut.
Kata Swastyastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU, Su artinya baik, Asti artinya adalah, Astu artinya mudah-mudahan.
Jadi arti keseluruhan OM SWASTYASTU ialah “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”.
Kata Swastyastu ini berhubungan erat dengan simbol suci Agama kita yaitu SWASTIKA yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit (Mikrokosmos).
Bentuk Swastika ini dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan galaksi atau kumpulan bintang-bintang di cakrawala yang merupakan dasar kekuatan dari perputaran alam ini. Keadaan alam ini sudah diketahui oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala dan lambang Swastika ini telah ada beribu-ribu tahun sebelum Masehi. Dan dengan ucapan panganjali Swastyastu itu anakku sebenarnya kita sudah memohon perlindungan kepada Sang Hyang Widhi yang menguasai seluruh alam semesta ini. Dan dari bentuk Swastika itu timbullah bentuk Padma (teratai) yang berdaun bunga delapan (asta dala) yang kita pakai dasar keharmonisan alam, kesucian dan kedamaian abadi.

Sang Suyasa:
Oh Gurunda, maafkan kalau hamba memotong. Hamba tidak mengira demikian luas maksud dari ucapan panganjali atau penghormatan hamba tadi itu. Betul-betul hamba tidak tahu artinya. Hamba hanya mendengar dmeikian, lalu hamba ikut-ikutan saja.

Rsi Dharmakerti:
Memanglah demikian tingi nilai dari ajaran Agama kita anaknda. Guru gembira bahwa anaknda senang mendengarnya. Ketahuilah bahwa kata SWASTI (su + asti) itulah menjadi kata SWASTIKA. Akhiran “ka” adalah untuk membentuk kata sifat menjadi kata benda. Umpamanya: jana - lahir; janaka - ayah; pawa - membakar; pawaka - api, dan lain-lainnya.

Ingatkah anaknda apa yang Guru pakai untuk menjawab ucapan panganjali itu?Rsi Dharmakerti:
Tidak mengapa anaknda, Guru akan jelaskan bahwa arti kata OM SHANTI, SHANTI, SHANTI itu ialah: Semoga damai atas karunia Hyang Widhi”

Shanti artinya damai. Dan jawaban ini hanya diberikan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda. Sedangkan jawaban atau sambutan terhadap panganjali “Om Suastiastu” dari orang yang sebaya atau dari orang yang lebih tua cukuplah dengan Om Swastiastu yaitu sama-sama mendoakan semoga selamat. Hanya yang lebih tua patut memakai. Om Shanti, Shanti, Shanti terhadap yang lebih muda. Atau dipakai juga untuk menutup suatu uraian atau tulisan.

Sang Suyasa:
Gurunda, maafkan atas kebodohan diri hamba. Akan sangat banyak yang hamba tanyakan supaya benar-benar sirnalah segala kegelapan yang melekat di jiwa hamba.
Gurunda, walaupun kedengarannya agak ke-kanak-kanakan maafkanlah jika anaknda bertanya apa arti agama itu sendiri.

Jangan lupa pengucapannya adalah OM Swastiastu, bukan OSA.. mari kita biasakan untuk mengucapkan OM Swastiastu.

Sumber : http://cakepane.blogspot.com/2010/03/om-swastiastu-salam-sekaligus-doa.html
Dikutip dari : https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/salam-om-swastiastu-bukan-osa-salam-sekaligus-doa/451284118227573

OM Shanti, Shanti, Shanti OM

Selasa, 15 Oktober 2013

Metode Beragama dalam Veda

Dalam ajaran agama Hindu terdapat konsepsi ajaran yang disebut Tri Pramana. “Tri” artinya tiga, “Pramana” artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/ cara untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang meliputi:
  1. Agama Pramana
  1. Anumana Pramana
  1. Pratyaksa Pramana
Dalam Wrhaspati Tattwa sloka 26 disebutkan: Pratyaksanumanasca krtan tad wacanagamah pramananitriwidamproktam tat samyajnanam uttamam. Ikang sang kahanan dening pramana telu, ngaranya, pratyaksanumanagama.
Adapun orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan yang disebut Pratyaksa, Anumana, dan Agama.
Pratyaksa ngaranya katon kagamel. Anumana ngaranya kadyangganing anon kukus ring kadohan, yata manganuhingganing apuy, yeka Anumana ngaranya.
Pratyaksa namanya (karena) terlihat (dan) terpegang. Anumana sebutannya sebagai melihat asap di tempat jauh, untuk membuktikan kepastian (adanya) api, itulah disebut Anumana.
Agama ngaranya ikang aji inupapattyan desang guru, yeka Agama ngaranya. Sang kinahanan dening pramana telu Pratyaksanumanagama, yata sinagguh Samyajnana ngaranya.
Agama disebut pengetahuan yang diberikan oleh para guru (sarjana), itulah dikatakan Agama. Orang yang memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan Pratyaksa, Anumana, dan Agama, dinamakan Samyajnana (serba tahu).
Kalau direnungkan secara mendalam segala benda maupun kejadian yang menjadi pengetahuan dan pengamalan kita sebenarnya semua didapat melalui Tri Pramana.?
Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang- orang suci lainnya.
Ceritera- ceritera itu dipercayai dan diyakini karena kesucian batin dan keluhuran budi dari para Maha Resi itu. Apa yang diucapkan atau diceriterakannya menjadi pengetahuan bagi pendengarnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera bahwa di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana juga bumi berbentuk bulat dan berputar. Setiap murid percaya kepada apa yang diceriterakan gurunya, oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat serta berputar menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak pernah membuktikannya.
Demikianlah umat Hindu meyakini Sang Hyang Widhi Wasa berdasarkan kepercayaan kepada ajaran Weda, melalui penjelasan- penjelasan dari para Maha Resi atau guru- guru agama, karena sebagai kitab suci agama Hindu memang mengajarkan tentang Tuhan itu demikian.
Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi.
Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut:

YATRA YATRA DHUMAH, TATRA TATRA WAHNIH
Di mana ada asap di sana pasti ada api.

Contoh:
Seorang dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan- keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.
Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya.
Contoh:
Apabila kita memperhatikan sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek, sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus meyakini.
Misalnya menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita jadi tahu dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk dapat mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang sempurna.
Pertama;
1. Saksi (ada Saksi yang melihat)
2. Bukti, (ada atau tidak bukti kejadian)
3. Ilikita, (Tertulis atau tidak)
Kedua:
1. Sastratah (mempertimbangkan berdasarkan sumber tertulis/sastra)
2. Gurutah (mempertimbangkan menurut Ajaran Gurui)
3. Swatah (mempertimbangkan pengalaman sendiri)
Ketiga:
1. Agama (mempertimbangkan menurut ajaran agama)
2. Anumana (mempertimbangkan menurut pikiran sehat)
3. Pratyaksa (mempertimbangkan apa yang dilihat secara langsung)
Keempat:
1. Wartamana, (Mempertimbangkan sesuai pengalaman dahulu)
2. Atita (mempertimbangkan keadaan sekarang)
3. Nagata (mempertimbangkan keadaan yang akan datang)
Kelima:
1. Rasa (mempertimbangkan dengan perasaan)
2. Utsaha (mempertimbangkan atas prilakunya.
3. Lokika (mempertimbangkan dengan pikiran logis)
Keenam:
1. Sabda (mempertimbangkan dengan memberi saran)
2. Bayu (mempertimbangkan dengan keyakinan yang kuat)
3. Idep (mempertimbangkan dengan pikiran sehat)
Orang sering berbicara tentang logika yang artinya masuk akal.
Tidak sedikit orang mengatakan agama Hindu itu tidak masuk akal, ajaran Hindu tidak logis.
Padahal………………………
Kata logika – logic sendiri berasal dari kata Sanskrit yaitu lokika yang artinya mempertimbangkan secara logis.
Hindu yang mengajarkan manusia berpikir secara logika kok ajaran Hindu dibilang tidak logis?

dkutip dari : http://www.vedasastra.com/2010/03/14/metode-beragama-dalam-veda/

Rabu, 09 Oktober 2013

Surga dan Neraka menurut Hindu

Dalam Agama Hindu.
Tidak kita temukan gambaran neraka seperti itu. Lalu apakah orang baik dan orang jahat sama-sama masuk surga?. Bagaimana soal keadilan ditegakkan?. Dalam agama Hindu sebagaimana dijelaskan sebelumnya, setelah mati, jiwa kita (1) mencapai moksa atau (2) lahir kembali kedunia. Bila kita lahir kembali, maka dalam kelahiran itu kita menerima akibat- akibat dari perbuatan kita dari kehidupan yang terdahulu. Akibat baik atau akibat buruk.

Disini dikenal istilah kelahiran surga dan kelahiran neraka. Kelahiran surga artinya dalam hidup ini kita menjadi orang yang beruntung dan berbahagia. Kelahiran neraka artinya dalam hidup ini kita akan menderita dan banyak mendapat kesulitan. Penderitaan itu sangat banyak jenisnya. Misalnya karena : sakit yang tidak dapat disembuhkan, penghianatan, kebencian, dendam, iri hati, sakit hati, dan kemarahan yang tak terkendali adalah bentuk neraka didunia ini.

Pandangan Hindu mengenai konsep Sorga dan Neraka. Banyak umat Hindu beranggapan bahwa di dalam ajaran Hindu tidak ada dan tidak dikenal konsep mengenai Sorga dan Neraka mengingat dalam konsep Panca Shrada ( lima keyakinan ) umat hindu mempercayai adanya Purnabawa ( Reingkarnasi ).
Sorga dan Neraka dalam pandangan Hindu amat jarang diperbincangkan, karena agama Hindu kerap hanya dipahami meyakini hukum kharmaphala dan mempercayai Reinkarnasi atau kehidupan kembali setelah kematian, sehingga banyak orang meyakini bahwa Hindu tidak mengenal Sorga dan Neraka.

Sesungguhnya konsep Sorga dan Neraka ada dalam ajaran Hindu. Namun ia bukan menjadi tujuan akhir dari manusia sehingga bagi orang Hindu tujuan akhir adalah bukan masuk Sorga, melainkan Moksha atau bersatunya jiwa (Atman) dengan Sang Maha Pencipta ( Brahman).

Pertanyaannya yang kemudian muncul, lantas Sorga itu seperti apa dan untuk apa?. Sorga dalam Hindu seperti digambarkan dalam Weda; Adalah suatu tempat, satu dunia, dimana cahaya selalu bersinar, suatu masyarakat orang suci, dunia kebaikan, dunia abadi.
Beberapa pemikiran mengatakan bahwa Sorga dan Neraka bukanlah tempat, melainkan suatu kondisi. Artinya, apabila kita dalam kondisi senang atau bahagia, itulah Sorga. Sebaliknya, apabila kita dalam kondisi sedih atau menderita, itulah Neraka. Mungkin hal tersebut ada benarnya.
Dalam Kitab suci Weda disebutkan, Sorga dan Neraka adalah suatu tempat di balik dunia ini yang dibatasi oleh kematian. Dengan kata lain, Sorga dan Neraka akan kita temukan setelah kita melewati “jembatan“ yang bernama kematian. Secara harfiah, Sorga berasal dari kata Sanserketa “svar” dan “ga”. “Svar” artinya cahaya dan “ga” artinya pergi. Jadi svarga artinya perjalanan menuju cahaya. Di dalam Weda juga dikatakan bahwa Sorga adalah “dunia ketiga” yang penuh sinar dan cahaya.
Sorga: persinggahan sementara

Dalam kitab suci Hindu dikatakan bahwa Sorga merupakan persinggahan sementara. Bahkan, menurut Swami Dayananda Saraswati, Sorga adalah pengalaman liburan. Bagawad Gita dalam hal ini mengatakan:”setelah menikmati Sorga yang luas , mereka kembali ke dunia. Sorga adalah kesenangan sementara, sedangkan kebahagiaan yang sejati adalah Moksha, bersatunya Atman (Jiwa) dengan Brahman (Sang Pencipta))
Neraka Menurut Hindu
Neraka memang diperlukan. Ini adalah ungkapan yang sangat profokatif. Sebuah argumen mengatakan, apabila hasil yang diterima setiap orang sama—entah itu baik atupun tidak dan mendapat imbalan yang sama—lantas apa yang mendasari orang untuk selalu berbuat baik, berbuat berdasarkan Dharma.
Neraka dalam pandangan agama semit digambarkan sebagai suatu tempat yang terletak jauh di dalam bumi. Ia adalah tempat penyiksaan yang sangat mengerikan berbentuk kawah api yang panasnya beribu kali lipat dari panas api di dunia. Roh- roh yang banyak melakukan dosa di dunia akan mengalami penyiksaan ditusuk dengan tombak dan dipukuli dengan palu godam.

Di dalam Hindu sangat sedikit mantra ataupun sloka yang menjelaskan kosep Neraka mengingat Hindu mengakui terjadinya reinkarnasi atau proses kelahiran kembali dan konsep Moksha. Di Hindu Neraka dikatakan merupakan balasan yang diterima pada saat reinkarnasi atau dalam proses kelahiran kembali. Di dalamnya kita di berikan dua pilihan yang berdasar pada perbuatan kita pada masa hidup terdahulu, yaitu reinkarnasai Sorga atau reinkarnasi Neraka.

Reinkarnasi Sorga ada dalam proses kelahiran kembali kita mendapatkan takdir yang lebih baik, sedangkan reinkarnasi Neraka apabila kita dilahirkan dengan takdir yang lebih buruk. Di Hindu kelainan fisik pada saat kelahiran dapat dijelaskan sebagai sebuah bentuk penebusan terhadap segala perbuatan yang buruk yang pada masa hidup yang pernah di lakukan.

Konsep Sorga-Neraka seperti ini mungkin berbeda dengan konsep serupa dalam agama lain, yang menyatakan setiap manusia yang lahir adalah sebuah individu baru dan suci, ibarat buku belum ternoda oleh tinta kehidupan.

Bagi umat Hindu, kehidupan ini adalah suatu perjalanan yang saling berhubungan dan berjalan terus menerus. Dalam kerangka Tuhan Maha Pengampun, Hindu menjelaskan setiap manusia selalu di berikan kesempatan untuk selalu memperbaiki dirinya dalam beberapa kali masa kehidupan untuk kemudian mencapai tujuan tertinggi dalam Hindu, yaitu Moksha.

Dikutip dari:
http://suryawanhindudharma.wordpress.com/dukuments/surga-dan-neraka-menurut-hindu/

Selasa, 08 Oktober 2013

Moksa Adalah Pembebasan Atma dalam Agama Hindu

Di era Reformasi ini kalau kita lihat perkembangan di masyarakat semua orang ingin bicara, setiap orang diberikan berbicara pasti mengeluarkan konsep macam2, kadang2 agak ektrim dan tidak ada relevansinya dengan reformasi, para pengamat politik, ekonomi, hukum, militer semua berbicara sesuai dengan bidangnya.
Permasalahan yang timbul adalah semua konsep2 tidak dapat diakomudir oleh pemerintah akibat adanya perbedaan interprestasi, ada yang ingin dalam mengatasi krisis ini melalui pertahap, ada yang menginginkan secara total sehingga dalam implementasinya masih Trail And Error mencoba coba melakukan terapi kira2 mana yang lebih sesuai.Pemerintahan Habibie sudah memberikan kelonggaran2 dalam berbicara karena pada saat orde baru kebebasan berbicara sangat dikekang sampai2 ada semacam anekdot kalau sakit gigi sebaiknya berobat di Singapura, akibat orang tidak boleh buka mulut.

Setelah tumbangnya orde baru masalah kebebasan ini mulai dilakukan oleh pemerintah tahanan2 politik mulai dibebaskan, daerah operasi militer (DOM) mulai dicabut, masalah HAM mulai dipulihkan, kebebasan berserikat mulai dilaksanakan dengan berdirinya banyak partai. Kebebasan adalah hak azasi manusia yang perlu dihormati bagi setiap bangsa, untuk mencapai kebebasan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit.

Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda membutuhkan banyak pengorbanan baik material maupun moril dan membutuhkan waktu yang agak lama, tidak bisa dalam waktu yang singkat dan sejarah mencatat baru tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia dapat memproklamirkan kemerdekaannya pada hal perjuangan pembebasan bangsa dari penjajah sudah dilakukan bertahun tahun lamanya dari perjuangan Sultan Agung sampai Budi Utomo.

Kebebasan bagi umat manusia selalu didambakan oleh semua agama dan didalam agama Hindu kebebasan bukan dalam arti pisik saja tetapi kebebasan dalam lahir maupun batin. Kebebasan dalam agama Hindu adalah kebebasan dalam kehidupan terlepas dari keterikatan2 duniawian, bebas dari hukum karma, bebas dari penjelmaan kembali (reinkarnasi), sehingga umat hindu dalam mencapai kebebasan membutuhkan proses yang cukup panjang selama hidupnya dan kemungkinan setelah reinkarnasi beberapa kali. Untuk membebaskan diri dari keduniawian ini saja membutuhkan pengorbanan2, setiap langkah gerak kehidupan harus berdasarkan Dharma yaitu kebenaran dan tidak mengikatkan diri dengan materi. Saat sekarang pada kali yuga orang2 berlomba lomba untuk mengumpulkan harta, tujuan hidup mereka mencari kesempatan untuk mengumpulkan harta se banyak2nya bila mana perlu sampai tujuh turunan, sehingga menggunakan dengan segala cara. Dalam mengumpulkan harta mereka menggunakan praktek2 KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), dengan cara yang tidak halal yang mengakibatkan negara banyak dirugikan sehingga negara kita saat ini banyak utangnya sulit dibayangkan bagaimana anak cucu kita yang akan membayarnya disamping sumber daya alam hutan, pertambangan sudah hampir habis dikuras, minyak bumi cadangannya hanya 18 tahun lagi mungkin beberapa tahun kita sebagai Negara yang net importir bahan bakar minyak(BBM).

Pengaruh kali yuga ini sangat besar dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, sebab kali yuga ini orang selalu bersifat meterialistis , hanya 25 % orang menjalankan dharma yaitu kebenaran tidak seperti yuga2 yang lain yaitu Kerta Yuga, Traita Yuga dan Dwapara Yuga. Apabila saat sekarang kali yuga ini dalam kehidupan kita selalu melaksanakan kebenaran yaitu dharma maka hasilnya akan berlipat ganda, seperti kalau kita sembahyang pada hari2 raya Hindu atau Purnama Tilem hasilnya jauh lebih besar dari hari2 biasa. Maka kesempatan kali yuga ini umat Hindu sebaiknya setiap melakukan tindakan harus berdasarkan kebenaran, bebaskan diri dari adharma, bebaskan diri dari keterikatan2 bebaskan diri dari materialistis dan keduniawian sehingga kita tercapai tujuan yaitu kebebasan abadi yaitu moksa.

Pengertian Moksa.
Dalam agama Hindu kita percaya adanya Panca Srada yaitu lima keyakinan yang terdiri dari, Brahman, Atman, Karma Pala, Reinkarnasi, dan Moksa. Moksa berasal dari bahasa sansekreta dari akar kata "MUC" yang artinya bebas atau membebaskan. Moksa dapat juga disebut dengan Mukti artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagian rohani yang langgeng. Jagaditha dapat juga disebut dengan Bukti artinya membina kebahagiaan, kemakmuran kehidupan masyarakat dan negara.
Jadi Moksa adalah suatu kepercayaan adanya kebebasan yaitu bersatunya antara atman dengan brahman. Kalau orang sudah mengalami moksa dia akan bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari hukum karma dan bebas dari penjelmaan kembali (reinkarnasi) dan akan mengalami Sat, Cit, Ananda (kebenaran, kesadaran, kebahagian).

Dalam kehidupan kita saat ini juga dapat untuk mencapai moksa yang disebut dengan Jiwan Mukti (Moksa semasih hidup), bukan berarti moksa hanya dapat dicapai dan dirasakan setelah meninggal dunia, dalam kehidupan sekarangpun kita dapat merasakan moksa yaitu kebebesan asal persyaratan2 moksa dilakukan, jadi kita mencapai moksa tidak menunggu waktu sampai meninggal.
Mencapai Moksa.

Untuk mencapai moksa seseorang harus mempunyai persyaratan2 tertentu sehingga proses mencapai moksa dapat berjalan sesuai dengan norma2 ajaran agama Hindu. Dalam mencapai Moksa dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Dharma.
Dalam ajaran agama Hindu yang terdapat dalam Catur Parusanta dijelaskan bahwa tujuan dari kehidupan adalah bagaimana untuk menegakkan Dharma, setiap tindakan harus berdasarkan kebenaran tidak ada dharma yang lebih tinggi dari kebenaran. Dalam Bagawad Gita disebutkan bahwa Dharma dan Kebenaran adalah nafas kehidupan. Krisna dalam wejangannya kepada Arjuna mengatakan bahwa dimana ada Dharma, disana ada Kebajikan dan Kesucian, dimana Kewajiban dan Kebenaran dipatuhi disana ada kemenangan. Orang yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma maka selalu tempuhlah kehidupan yang suci dan terhormat.

Dalam zaman edan saat ini semua orang mengabaikan kebenaran, orang sudah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, krisis moral sudah meraja lela dimana mana, kebenaran dan keadilan sudah langka, orang sudah tidak mengenal budaya malu, semua perbuatannya dianggap sudah benar dan normal. Sebenarnya Dharma tidak pernah berubah, Dharma telah ada pada zaman dahulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang, ada sepanjang zaman tetapi setiap zaman mempunyai karateristik lain2 dalam melakukan latihan kerohanian (spiritual). Untuk Kerta Yuga latihan kerohanian yang baik adalah melakukan
Meditasi, untuk Treta Yuga latihan kerochanian yang baik adalah dengan melakukan Yadnya atau kurban, untuk Dwapara latihan kerochanian yang baik adalah dengan melakukan Yoga yaitu upacara pemujaan dan untuk Kali Yuga latihan kerochanian yang baik adalah dengan melakukan Nama Smarana yaitu mengulang ngulang atau menyebut nama Tuhan yang suci.

2. Pendekatan kepada Yang Widhi Wasa
Untuk mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa ada beberapa cara yang dilakukan Umat Hindu yaitu cara Darana (menetapkan cipta), Dhyana (memusatkan cipta), dan Semadi (mengheningkan cipta). Dengan melakukan latihan rochani , terutama dengan penyelidikan bathin, akan dapat menyadari kesatuan dan menikmati sifat Tuhan yang selalu ada dalam diri kita. Apabila sifat2 Tuhan sudah melekat dalam diri kita maka kita sudah dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa sehingga segala permohonan kita akan dikabulkan dan kita selalu dapat perlindungan dan keselamatan.

3. Kesucian
Untuk memperoleh pengetahuan suci, dan menghayati Yang Widhi Wasa dalam keberagaman dinyatakan dalam doa Upanishad yang termasyur : Asatoma Satgamaya, Tamasoma Jyothir Gamaya, Mrityorma Amritan Gamaya yang artinya, Tuntunanlah kami dari yang palsu ke yang sejati, tuntunlah kami dari yang gelap ke yang terang, tuntunlah kami dari kematian ke kekekalan.

Setiap kita melakukan kegiatan2, kita biasakan untuk memohon tuntunan kehadapan Yang Widhi Wasa agar kita selamat dan selalu dilindungi. Pekerjaan apapun kita lakukan, apabila kita bekerja demi Tuhan dan dipersembahkan kehadapan Yang Widhi Wasa, maka pekerjaan tersebut mempunyai nilai yang sangat tinggi.

Dengan menghubungkan pekerjaan tersebut dengan Yang Widhi Wasa, maka ia menjadi suci dan mempunyai kemampuan dan nilai yang tinggi.

Tujuan dari kehidupan kita adalah agar atman terbebas dari triguna dan menyatu dengan Para atman.
Didalam Weda disebut yaitu Moksartham Jaga Dhitaya Ca Iti Dharmah yang artinya adalah tujuan agama (Dharma) kita adalah untuk mencapai moksa (moksa artham) dan kesejahteraan umat manusia (jagadhita).
Ciri2 orang yang telah mencapai jiwatman mukti adalah.
1. Selalu mendapat ketenangan lahir maupun bathin.
2. Tidak terpengaruh dengan suasana suka maupun duka.
3. Tidak terikat dengan keduniawian.
4. Tidak mementingkan diri sendiri, selalu mementingkan orang lain (masyarakat banyak).

Untuk mencapai moksa juga mempunyai tingkatan2 tergantung dari karma (perbuatannya) selama hidupnya apakah sudah sesuai dengan ajaran2 agama Hindu. Tingkatan2 seseorang yang telah mencapai moksa dapat dikatagorikan sebagai berikut.
1. Apabila seorang yang sudah mencapai kebebasan rochani dengan meninggalkan mayat disebut Moksa.
2. Apabila seorang yang sudah mencapai kebebasan rochani dengan tidak meninggalkan mayat tetapi meninggalkan bekas2 misalnya abu, tulang disebut Adi Moksa.
3. Apabila seorang yang telah mencapi kebebasan rochani yang tidak meninggalkan mayat serta tidak membekas disebut Parana Moksa.

Catur Marga.
Untuk mencapai Moksa beberapa cara yang dapat ditempuh sesuai dengan bakat dan bidang yang digeluti saat ini yang disebut dengan Catur Marga ada juga yang menyebutkan dengan Catur Yoga yaitu empat jalan yang ditempuh untuk mencapai Moksa. Adapun keempat Catur Marga terdiri dari :

1. Jnana Marga Yoga.
Pada saat sekarang peranan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat menentukan dalam pembangunan nasional disamping ilmu pengetahuan lainnya. Setiap negara akan berusaha sekuat tenaga dengan menggunakan resource yang ada untuk berkompetisi dalam bidang IPTEK, siapa yang menguasai IPTEK maka merekalah yang menguasai dunia ini. Kata Jnana artinya adalah kebijaksanaan filsafat atau pengetahuan, Yoga berasal dari urat kata YUJ yang artinya menghubungkan diri.
Jadi Janana Marga Yoga artinyga jalan untuk mencapai persatuan atau pertemuan antara Atman dengan Paramatman (Tuhan) berdasarkan atas pengetahuan (kebijaksanaan filsafat) terutama mengenai kebenaran dan pembebasan diri dari ikatan duniawi (maya). Dalam kehidupan ini kita memilih profesi pekerjaan kita sesuai dengan bakat yang diberikan oleh Sangyang Widhi Wasa dan latar belakang pendidikan kita atau pekerjaan yang sangat menarik yang kita geluti saat ini, sebab bakat yang diberikan oleh Tuhan adalah anugrah yang sangat tinggi nilainya yang merupakan hasil Karma kita dahulu sebelum kita Reinkarnasi sebagai manusia. Apabila kita ingin mengabdi kan diri dibidang ilmu pengetahuan, perlu diperhatikan adalah ilmu pengetahuan yang dapat membantu umat manusia dalam mengatasi kehidupan ini.
Sebagai ilustrasi dapat disampaikan sebagai berikut.

Pada zaman sekarang banyak manusia mengalami kesulitan dalam mengatasi penyakit, banyak penyakit yang belum diketemukan obatnya seperti AID, lever hati, tumor, kanker dan lain lainnya. Perkembangan ilmu kedokteran tidak dapat mengejar penyakit 2 yang timbul dalam masyarakat, peralatan rumah sakit masih menggunakan peralatan tradisional sehingga angka kematian di negara kita sampai sekarang masih cukup tinggi.

Para dokter yang bergerak dibidang kesehatan harus terus menerus melakukan penelitian atau Research And Development (R&D) sehingga semua kesulitan masyarakat dapat diatasi dengan baik dan murah dengan diketemukan obat2 yang mujarab. Seseorang yang mempunyai profesi dalam bidang kedokteran ini disebut dengan Jnana Marga Yoga dimana ilmu yang diabdikan demi kepentingan umat manusia.

2. Karma Marga Yoga.
Cara atau jalan untuk mencapai moksa (bersatunya Atman dengan Brahman), dengan selalu berbuat baik, tetapi tidak mengharapkan balasan atau hasilnya untuk kepentingan diri sendiri (amerih sukaning awah) disebut Karma Marga Yoga. Dalam Karma Marga Yoga, kita sebagai umat Hindu setiap tindak tanduk kita melakukan karya harus demi kepentingan masyarakat banyak dan jangan ada suatu keinginan untuk menikmati hasilnya, sebab kalau kita selalu berpikir hasilnya akan timbul keterikatan2, kalau keterikatan2 telah tumbuh dalam jiwa kita, maka ketenangan akan menjauh dari kenyataan, sehingga jiwa kita akan diracuni oleh Sad Ripu yaitu enam musuh utama manusia yang terdiri dari Kama, Lobha, Mada, Moha,Kroda, Matsarya (napsu, loba, kemarahan, kemabukan, kebingungan,iri hati). Didalam Bhagawad Gita disebutkan bahwa berulang kali Krisna berkata kepada Arjuna, lakukan tugasmu, lakukanlah pekerjaan yang benar tetapi jangan ingin menikmati hasil pekerjaan itu. Tujuan Krisna memberikan wejangan kepada Arjuna agar jangan melihat hasil nya adalah, kita sebagai pelaku benar2 dalam bekerja semua perbuatan kita yaitu karma diubah menjadi Yoga sehingga kegiatan tersebut membawa kita menuju persatuan dengan Tuhan maka ini disebut dengan Karma Marga Yoga. Apabila seseorang sudah dapat melakukan pekerjaan tanpa melihat hasilnya maka ia akan menjadi orang yang benar2 bijaksana (Stithaprajna), yang tidak terpengaruh dengan keadaan suka dan duka atau gembira dan sedih.

Perbuatan adalah karma , setiap orang lahir dari karma, hidup dalam karma dan mati dalam karma, karma sumber dari baik dan buruk dosa atau kebajikan, laba atau rugi, kebahagiaan atau kesedihan, sebenarnya karmalah penyebab kelahiran, maka karma dalam kehidupan merupakan masalah yang sangat penting.
Sebagai ilustrasi dapat diceritrakan sebagai berikut.

Diumpamakan badan kita adalah sebuah jam dinding, dan nafas kita adalah pegasnya yang menyebabkan jarum jam dapat berputar, dan baterynya adalah tenaga manusia. Tanpa nafas dan tenaga, manusia tidak dapat berbuat apa apa yaitu berkarma, maka perbuatan (karma) sangat tergantung dengan nafas (pegas) dan tenaga (batery). Dengan kekuatan batery (tenaga) maka jarum jam yang terdiri dari tiga jarum yaitu jarum yang paling panjang disebut jarum detik, jarum yang menengah disebut dengan jarum menit dan jarum yang paling pendek disebut jarum jam. Ketiga jarum akan berputar dengan kecepatan yang berbeda beda dan saling ketergantungan satu sama lainnya, tetapi masing2 jarum akan berputar sesuai dengan fungsinya.

Apabila jarum detik telah berputar 60 kali maka jarum menit akan mengikuti berputar hanya sekali, demikian saat jarum menit telah berputar 60 kali maka jarum jam akan berputar sekali demikian seterusnya dengan menggunakan kelipatan 60. Setiap gerakan jarum detik kita umpakan adalah karma (perbuatan), untuk gerakan jarum menit kita umpamakan adalah perasaan dan untuk gerakan jarum jam kita umpamakan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai suatu kebahagiaan yang terus menerus kita harus selalu berbuat (berkarma) baik, setiap tindakan kita selalu tanamkan kebaikan yang menyebabkan perasaan kita mendapat rangsangan kebaikan tersebut sehingga kita merasa senang.

Apabila perasaan kita telah mencapai kesenangan terus menerus akibat kita selalu berbuat (karma) baik terhadap seseorang, maka menyebabkan kita akan mencapai kebahagiaan, sebab karma (perbuatan), perasaan, dan kebahagian saling keterkaitan seperti ketiga jarum jam berputar saling ketergantungan satu sama lainnya.

Makin banyak kita ber karma baik maka perasaan dan kebahagian akan selalu mengikuti seperti perputaran jarum jam, apabila jarum detik tidak bergerak jangan harap jarum menit bergerak apalagi jarum jam Kebahagian akan dicapai dalam kehidupan ini apabila kita selalu berkarma baik

3. Bakti Marga Yoga.
Jalan atau cara untuk mencapai moksa atau kebebasan, yaitu bersatunya Atman dengan Tuhan dengan melakukan sujud bakti kehadapan Yang Widhi Wasa. Bakti adalah cinta yang mendalam kepada Tuhan, bersifat tanpa pamerih sedikitpun dan tanpa keinginan duniawi apapun juga. Bagi umat Hindu untuk melakukan Bakti Marga Yoga dengan menyanyikan nama2 Tuhan secara ber ulang2, bergaul dengan orang2 Suci yang mempunyai bakti, konsentrasi pikiran setiap saat kepada Tuhan, dan jalan Bakti ini adalah yang paling mudah dilakukan. Seperti setiap hari kita melakukan Trisandya dengan mengucapkan Gayatri Mantra tiga kali sehari.

Untuk menanamkan rasa Bakti kehadapan Yang Widhi Wasa , sebaiknya anak mulai kecil dididik mengucapkan Mantra Gayatri dengan memberi penjelasan makna dan arti masing2 bait, sehingga meresap dalam pikiran mereka dan dapat menuntun ajaran2 kebenaran (Dharma). Kalau belum hafal sebaiknya dibaca saja dan usahakan dengan suara yang lembut sehingga benar2 meresap dalam hati sanubari kita dan bayangkan Brahman ada dalam pikiran dan renungkan secara terus menerus selama melagukan Gayatri Mantra Dengan selalu melantunkan Gayatri Mantra terus menerus , maka kita seolah olah menyatu dengan Tuhan atau bersatunya Atman dengan Tuhan., sehingga kita mendapat ketenangan, kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan.Dalam melakukan Bakti Marga Yoga terutama upacara piodalan di Pura2 diseluruh Indonesia, masyarakat Hindu sudah mempunyai cara upacara bakti (persembahyangan) secara baku, dimanapun kita melakukan persembahyangan sudah tersusun sama, dan Mantra Gayatri selalu dilantunkan sebelum persembahyangan dimulai.

Pada saat Pendeta melakukan upacara piodalan juga dinyanyikan lagu2 warga sari sebagai pemujaan kehadapan Yang Widhi Wasa yang mempunya makna adalah agar sebelum persembahyangan dimulai kita sudah mulai rasakan menyatunya Atman dengan Brahman.

4. Raja Marga Yoga.
Jalan untuk mencapai moksa menurut agama Hindu dapat dilakukan melalui Tapa, Brata, Yoga, dan Semadi. Untuk mengendalikan diri dengan melakukan latihan2 untuk mengatasi Sadripu disebut dengan Tapa, Brata, sebab apabila Sadripu kita sudah dapat kendalikan maka jalan mencapai moksa lebih mudah. Disamping mengendalikan Sad Ripu, kita juga melakukan latihan2 untuk dapat menyatukan Atman dengan Tuhan yang disebut dengan Yoga dan Semadi, dengan melakukan konsentrasi yang setepat tepatnya dalam ketenangan dan suasana syandu sempurna sehingga kita dapat menyatu dengan Tuhan.

Sebagai ilustrasi dapat diceritrakan sebagai berikut.
Didalam suatu pesraman di Hutan rimba ada seorang resi yang bernama Resi Suka yang memberikan dharma wecana kepada murid2nya yaitu yoga, semadi diantara murid2 nya ada seorang raja bernama raja Jenaka.Raja Jenaka disamping mempunyai kerajaan yang sangat besar dan kaya juga berkeinginan belajar spiritual (Yoga,semadi) kepada Resi Suka yang sangat terkenal ilmu spiritualnya. Banyak ujian2 yang diberikan kepada para siswanya agar dapat mencapai moksa dalam kehidupan ini dengan meninggalkan keduniawian dengan melepaskan semua keterikatan2 sehingga Atman menyatu dengan Brahman.Pada suatu hari Resi Suka agak terlambat memberikan dharma wecana sehubungan Raja Jenaka ada keperluan kerajaan yang sangat mendesak yang tidak boleh diwakili. Resi Suka dengan sengaja menunggu Raja Jenaka, ingin menguji kesabaran para muridnya apakah dapat mengekang sad ripu sebagai dasar pelajaran Yoga.

Dari pengamatan Resi Suka banyak para muridnya gelisah dan gusar dan kadang2 timbul marah tidak sabar menunggu sampai ada yang protes bahwa pelajaran dimulai saja, mengapa kita di beda2kan orang biasa dengan raja Setelah raja datang dharma wecana baru dimulai dan resi Suka memberikan wejangan, kita harus dapat mengendalikan sad ripu sehingga kita dapat ketenangan bathin. Setelah dharma wecana selesai maka pelajaran dilanjutkan dengan yoga, semadi, dan pelajaran ini harus dilakukan dengan konsentrasi pikiran secara penuh.

Dengan suasana hening sepi hanya suara jengkrik yang kedengaran, para muridnya sedang asyik melakukan yoga semadi, tiba2 Resi dengan berteriak bahwa sedang ada kebakaran di kota kerajaan, murid2nya pada bubar berlari lari pergi ke kota kerajaan ingin menyelamatkan harta dan rumahnya yang kebakaran. Tetapi raja Jenata tidak bergeming sedikitpun, dia telah masuk dalam keadaan Semadi, beliau berbahagia dalam Atman.

Resi mengamati wajah raja dengan perasaan sangat gembira. Setelah beberapa murid2 yang lari kembali bahwa dikota tidak ada kebakaran dan resipun memberikan penjelasan arti dari peristiwa tersebut. Penundaan mulainya dharma wecana adalah untuk menghormati raja, karena beliau telah menghapuskan keakuannnya kebanggaannya dan mempunyai kerendahan hati dan melatih mengendalikan sadripu dan berhasil dengan baik dan ini perlu dicontoh oleh semua muridnya. Dan peristiwa kebakaran di kota kerajaan sebenarnya tidak pernah terjadi, peristiwa kebakaran adalah rekayasa Resi dan ini merupakan ujian dari Resi Suka.Kalau mau berhasil sebagai seorang spiritual (Yogi) harus berani melepaskan semua keduniawian yaitu keterikatan2, tanpa ada kemauan untuk menghilangkan keterikatan2 ini tidak mungkin tercapai tujuannya yaitu sebagai seorang Yogi.

Semua latihan2 ini membutuhkan ketekunan, tulus iklas, kesujudan iman dan tanpa pamerih. Pada akhir2 ini banyak generasi muda sudah melakukan latihan2 Yoga dan Semadi, dan buku2 penuntun untuk yang baru memulai belajar Yoga dan Semadi sudah cukup banyak beredar di toko2 buku, dan suasana ini sangat membantu bagi umat hindu untuk belajar masalah spiritual melalui Raja Marga Yoga.

Diantara keempat Marga Yoga tersebut diatas semuanya adalah sama tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya, umat Hindu dapat memilih dari keempat Marga Yoga tersebut tergantung dari bakat masing2 dan jalan yang satu akan berhubungan dengan yang lain semuanya akan mencapai tujuan yang sama yaitu Moksa.

Penutup.
Menjalankan Spiritual dalam kehidupan sehari hari sering mengalami kendala, banyak pertanyaan2 yang timbul terutama generasi muda, apakah kita melakukan kegiatan spiritual harus mengurangi kegiatan untuk mencari harta yaitu bekerja (karma). Ada juga yang berpendapat bahwa melakukan kegiatan spiritual sebaiknya dilakukan setelah MPP (masa persiapan pensiun) disamping banyak waktu juga tanggung jawab atau kewajiban sudah berkurang. Pada saat bekerja aktif dimana ada suatu jabatan tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan spiritual karena disibukkan dengan pekerjaan2 yang kadang menyimpang dari Dharma akibat tugas yang membutuhkan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan atasan (manajemen. Pada hal pada saat menjabatlah memanfaatkan kesempatan untuk menegakkan Dharma yaitu kebenaran2, setiap keputusan yang diambil harus menguntungkan masyarakat banyak. Kadang2 banyak orang yang tidak sabar dalam mengumpulkan harta dalam bidang pekerjaannya dengan mengambil jalan pintas yaitu KKN (korupsi, kolusi, nep
otisme), pada hal dalam mengumpulkan harta tidak harus ber KKN banyak jalan atau cara yang ditempuh asal mau sabar dan tetap berlandaskan Dharma. Banyak orang kaya tanpa KKN tetapi mereka berhasil dalam bidang profesinya dan hasil kekayaannya mereka manfaatkan untuk orang banyak dengan mendirikan Yayasan untuk orang yang tidak mampu (fakir miskin) atau mendirikan Sekolah2 yang dapat menunjang Pendidikan bangsa demi masa depan rakyat Indonesia.

Untuk mencapai moksa dapat memilih diantara Catur Marga Yoga apakah melalui Jnana Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Bakti Marga Yoga dan Raja Marga Yoga sesuai dengan kemampuan serta bidang yang digeluti saat ini Pada saat perang Berata Yuda selesai dimana kemenangan berada dipihak Pandawa, semua musuh2 sudah kalah perang tinggal Pendawa yang hidup. Yudistira sebagai pemimpin Pandawa memutuskan pergi kehutan untuk mengasingkan diri dengan maksud mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa dengan Raja Marga Yoga salah satu Catur Marga Yoga. Arjuna sebagai orang yang bijaksana yang mempunyai Visi dan Misi jauh kedepan menganjurkan kepada Prabu Yudistira agar kembali untuk memimpin kerajaan, siapa yang akan memimpin kerajaan, seandai nya semua keluarga Pandawa pergi kehutan, padahal untuk mencapai kemenangan perang Brata Yuda dalam menegakkan Dharma sudah banyak pengorbanan baik jiwa maupun raga, banyak pahlawan2 yang telah berguguran dalam perang.

Untuk mencapai moksa tidak harus pergi kehutan melakukan Semadi, Yoga, didalam kerajaanpun dengan berbuat dan menegakkan kebenaran yaitu Dharma dapat mencapai Moksa.
Keterikatan adalah Moha, kebebasan adalah Moksa, selama kita masih menderita keterikatan, Moksa tidak mungkin dapat dicapai. Kadang2 kita agak sulit melepaskan keterikatan2, dan ini memerlukan latihan2 secara rutin. Untuk mengendalikan Sad Ripu saja tidak mudah, membutuhkan kesabaran dan ketekunan dan kita selalu melakukan introspeksi terhadap diri kita sendiri sampai dimana kita telah melakukan latihan2.

Apalagi kita akan melakuan Catur Marga Yoga memang membutuhkan mental yang tangguh tidak mudah menyerah dan kita harus tahu kemampuan kita terutama bakat yang dikarunia oleh Yang Widhi Wasa sehingga dalam melaksanakan salah satu Catur Marga kita tidak mendapat halangan atau kendala sehingga dengan waktu yang relatif singkat kita sudah dapat melakukan dengan sempurna walaupun belum mencapai Moksa tetapi kita sudah rasakan hasilnya.

Dikutip dari:
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=275&Itemid=29