1 .
Tuhan adalah Dewa?
Teman (T) : Orang Hindu menyembah banyak Dewa, ya ? Hindu Politeis.
Anak Hindu (AH) : Di dalam Weda ada kalimat terkenal yang menyatakan sbb: “Ekam
Sat Vipra Bahuda Vadanti, “ artinya “ Tuhan itu satu, tetapi orang bijaksana
(para maharsi) menyebutkan dengan berbagai nama. Pernyataan di dalam Weda ini
sudah ada jauh sebelum lahirnya agama Kristen dan Islam.
(T) : Jadi Hindu juga menganut monoteisme?
(AH) : TIDAK!! Monoteisme adalah paham tentang satu Tuhan yang memiliki bentuk
dan sifat seperti manusia, antara lain cemburu, benci, marah dan dendam dan
bermukim jauh di surga atau di langit ketujuh. Sedangkan Tuhan di dalam
pengertian Hindu, ada di mana-mana, di dalam dan diluar ciptaan. Wyapi wyapaka.
(T) : Jadi Tuhan ada di dalam bumi, di dalam pohon-pohon, dan manusia?
Bagaimana bisa? Bukankah itu menyekutukan Tuhan?
(AH) : Tuhan di dalam paham Hindu, adalah maha ada, Mahatakterbatas. Artinya
dia ada di mana-mana, keberadan manusia, pohon-pohon, batu-batuan dan lain-lain,
tidak dapat membatasi atas menghalangi keberadaan Tuhan.
(T) : Kok bisaa?
(AH) : Tuhan itu bersifat rohani, bukan jasmani atau materi seperti manusia
atau alam. Di dalam kitab suci Hindu diandaikan Tuhan seperti api yang ada di
dalam setiap kayu yang terbakar. Atau seperti lisitrik yang menghidupkan dan
menggerakkan semua alat-alat elektronik yang ada di dalam materi?
(T) : Bila Tuhan ada di dalam ciptaan, apakah dia tidak kotor, karena ada di
dalam ,materi?
(AH) : Mutiara sekalipun diletakkan di tempat sampah atau dilumpur, tetap saja
mutiara. Matahari menerangi semua tempat, termasuk tempat kotor, tidak
dipengaruhi oleh kekotoran tempat itu. Apalagi Tuhan yang menciptakan dan lebih
suci dari matahari itu.
(T) : Tapi kan monoteisme lebih baik?
(AH) : Kata siapa? Tuhan monoteisme kan berpihak pada satu kelompok pemeluk
agama saja. Tuhan menurut agama Hindu tidak berpihak. Karna dia ada
dimana-mana, ada dalam setiap ciptaan, tidak mungkin dia hanya menjadi TUhan
bagi sekelompok orang apalagi memusuhi kelompok lainnya. Tuhan menurut agama
Hindu, adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta, seluruh manusia yang dia
ciptakan. Kalau dia hanya menjadi Tuhan untuk satu kelompok orang, mengapa dia
menciptakan seluruh manusia? Monoteisme bukanlah Tuhan bagi seluruh manusia.
Monotheisme mirip kepala suku. Karena hanya kepala suku yang berpihak kepada
sekelompok orang, sukunya, dan memiliki musuh. Sementara Tuhan alam semesta
pasti tidak memiliki musuh.
(T) : Bila bukan monoteisme lalu paham ketuhanan-mu disebut apa?
(AH) : Paham ketuhanan Hindu ini dalam istilah filsafat Barat disebut
panteisme. Pan artinya semuanya, teis artinya Tuhan. Jadi panteisme artinya
Tuhan yang satu itu adalah semuanya. Satu menjadi banyak. Monoteisme dengan
Tuhan pemcemburu yang hanya berpihak kepada satu kelompok orang sering
menimbulkan konflik dan perang.
(T) : Lalu Dewa itu apa?
(AH) : Kata Dewa dalam bahasa Sansekerta memiliki banyak arti. * Antara lain “
yang memberi”. Tuhan adalah Dewa karena dia memberi seluruh dunia.Orang terpelajar
yang memberikan ilmu pengetahuan kepada sesama manusia adalah Dewa (Vidvamso hi
devah). MAtahari, bulan dan bintang-bintang di langit adalah para Dewa karena
merekkan memberi cahaya kepada semua ciptaan. Ayah dan Ibu dan pembimbing
spiritual adalah juga para Dewa. Bahkan seorang tamu juga adalah Dewa. Maka
Dewa kemudian berarti cahaya. Kalau diandaikan matahari adalah Tuhan sinarnya
yang tak terhitung jumlahnya itu adalah para Dewa. Jadi para Dewa itu
sebenarnya adalah nama-nama Tuhan di dalam fungsinya yang terbatas. Misalnya
Brahma adalah nama TUhan dalam fungsinya sebagai pencipta. Wisnu adalah nama
Tuhan dalam fungsinya sebagai pemelihara. Dan Siwa adalah nama Tuhan dalam
fungsinya sebaga pemrelina/pelebur.
(T) : Siva itu Dewa perusak ya?
(AH) : Bukan perusak tapi pemrelina. Semua yg ada di dunia ini tunduk pada
hukum alam yang dalam agama Hindu disebut “RTA”, yaitu, hukum, tumbuh, tambah,
musnah. Atau lahir tumbuh berkembang menjadi tua lalu mati. Manusia, binatang,
dan tumbuhan mengalami hal itu. Jika isi alam ini semuanya hanya lahir
berkembang dan tidak pernah mati, pastilah alam ini akan penuh. Dan karena itu
tidak ada ciptaan baru. Nah proses kematian itulah yang disebut premlina.
Contoh lain, perhiasaan lama yang dibuat dari emas dilebur, emas itu dibentuk
menjadi perhiasaan baru. Proses peleburan itu disebut juga premlina, itulah
fungsi Siva.
Hindu menjawab (Tuhan orang Hindu banyak?)
Pertanyaan yang sangat sering saya dengar dari teman-teman saya selama berada
didalam dan luar indonesia adalah; Kamu memuja dewa siapa? Dewa itu lebih
perkasa dan lebih hebat dari dewa yang lain ya?
Pertanyaan menggelitik tapi juga tidak dapat disalahkan begitu saja karena
memang pada kenyataannya dalam filsafat Vedanta dikenal dengan adanya 33 juta
dewa. Wooow…. Banyak banget ya?
Mungkin anda sebagai umat Hindu juga belum mengetahui tentang hal ini. Mungkin
anda selama ini menjelaskan bahwa dewa-dewa itu adalah nama lain dari Tuhan
sesuai dengan tugas yang diemban beliau saat itu. Orang tua dan guru kita selama
ini menjelaskan dengan sangat meyakinkan sekali kalau Tuhan disebut Siva saat
beliau menjalankan Tugasnya sebagai pelebur, disebut Brahma saat beliau
menjalankan tugasnya sebagai pencipta, sebagai Visnu saat menjalankan tugasnya
sebagai pemelihara. Apakah benar seperti itu? Adakah sloka-sloka Veda yang
mendukung pernyataan-pernyataan indah tersebut?
Jadi ada baiknya kita mengkaji lebih dalam dan mengambil sisi positif dari
pertanyaan umat lain yang memojokkan tentang banyaknya “Tuhan” yang dipuja umat
Hindu.
Mari kita tengok dan pelajari sekali lagi sloka demi sloka yang berkenaan
dengan dewa dan Tuhan.
1. Rg.Veda X. 129.6 “Setelah diciptakan alam semesta dijadikanlah Dewa-dewa
itu“
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dewa-dewa diciptakan setelah alam semesta
material tercipta
2. Manawa Dharmasastra 1. 22 “Tuhan yang menciptakan tingkatan Dewa-Dewa yang
memiliki sifat hidup dan sifat gerak“
3. Bagavad gita 9,23 “Orang orang yang menyembah dewa dewa dg penuh keyakinan
sesungguhnya hanya menyembahku, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang
keliru , hai putra Kunti“
4. Bhagavad gita 9.25 ” Orang yang menyembah dewa-dewa akan dilahirkan di
antara para dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke planet leluhur,
orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah
mahluk-mahluk seperti itu dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku“
Dari sloka ini dapat kita simpulkan bahwa dewa berasal dari Tuhan. Dewa adalah
manifestasi yang mengemban misi-misi/tugas tertentu.
Jika kita cermati cara sembahyang umat Hindu khususnya di Bali, maka dibedakan
menjadi beberapa macam;
1. Mencakupkan tangan yang diletakkan di atas ubun-ubun untuk memuja Tuhan
2. Mencakupkan tangan di depan kening untuk menghormati para dewa dan leluhur
3. Mencakupkan tangan di depan dada dan mengucapkan om swastiastu sebagai tanda
hormat terhadap sesama manusia (greeting)
4. Mencakupkan tangan di dada tapi dengan ujung jari menghadap ke bawah untuk
penghormatan pada buta kala/magluk halus yang biasanya diterapkan pada saat
upacara pecaruan.
Jadi dari sini sudah sangat jelas bahwa leluhur kita sudah mengajarkan bahwa
Hindu memuja 1 Tuhan, menghormati para dewa, leluhur serta semua mahluk hidup
ciptaan Tuhan
Ingat walaupun kita sering disebut makhluk yang mulia sudah memiliki sabda,
bayu dan idep tetapi kita tidak boleh bertinggi hati, kita hidup ini
berdampingan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam, kita tidak mungkin bisa
hidup sendiri bukan? makanya sering dalam Hindu di Bali mengenal Tri Hita
Karana. Ap itu Tri Hita Karana ?
Konsep Tri Hita Karana
Tri hita karana adalah tiga sumber yang mendatangkan keselamatan atau kebaikan
(Ragam Istilah Hindu, Tim Bali Age, 2011:) yakni hubungan baik antara manusia
dengan Tuhan (parahyangan), antara manusia dengan manusia (pawongan), antara
manusia dengan lingkungan (palemahan). Perpaduan ketiga aspek keseimbangan
merupakan sistem keharmonisan hidup (lahir dan batin). Tri hita karana
didasarkan pada keyakinan bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan,
dipelihara dan dipralina (dilebur) oleh Tuhan sebagai Tri Murti (Dewa Brahma,
Wisnu, dan Siwa) yang mempunyai kekuatan Tri Kona yakni upeti (penciptaan) oleh
dewa Brahma, setiti (pemelihara) oleh Dewa Wisnu, dan pralina (pelebur) oleh
dewa Siwa. Siklus lahir (upeti), hidup (setiti), dan pralina (mati) terus
berjalan (reinkarnasi/punarbawa) hingga ciptaan kembali menyatu dengan
penciptanya. Berbagai konsep lain yang mendukung tri hita karana antara lain:
Catur Marga/Yoga, Dewata Nawa Sanga, Dewi-Dewi sebagai sakti dari Dewa Brahma,
Wisnu, dan Siwa (seperti Dewi Saraswati, Dewi Uma/Sri, dan Dewi Parwati), Panca
Sarada (kepercayaan terhadap Tuhan, atman, karma pala, samsara, dan moksa),
tiga kerangka dasar masyarakat Bali Hindu (tatwa, susila, upakara), Tat wam
Asi, Tri Kaya Parisuda, dan Catur Purusartha. Sukardana (2010) lebih jauh
menjabarkan keterkaitan ketiga kerangka dasar tersebut terhadap hampir semua
konsep penataan kehidupan masyarakat Bali Hindu.
Penerapan Tri Hita Karana
Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu sebagai berikut
Hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya.
Hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya.
Hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia
Yadnya.
TRI HITA KARANA
Tri Hita Karana terdiri dari :
Parahyangan
Pawongan
Palemahan
1. Parhyangan
Parahyangan adalah hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widi
Wasa/Brahman sang pencipta/Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai Umat beragama atas
dasar konsep theology yang diyakininya khususnya Umat Hindu yang pertama harus
dilakukan adalah bagaimana berusaha untuk berhubungan dengan Sang Pencipta
melalui kerja keras sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk hal ini
ditempuh dengan Catur Marga yaitu empat jalan menuju Sang Pencipta yakni :
Karma Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong Umat untuk berbuat semaksimal
mungkin untuk kepentingan orang banyak atau dirinya sendiri berada dalam
lingkungan itu. Apa yang dikerjakannya tersebut di landasi dengan rasa tulus
iklas dan tanpa pamrih. Yang dapat diperbuat dan mempunyai nilai spiritual yang
tinggi adalah membangun dan membantu pembangunan tempat-tempat ibadah baik
melalui memberikan dana punya (memberikan sumbangan berupa uang atau bahan-bahan
bangunan), sehingga dapat memperlancar kegiatan pembangunan tempat-tempat
ibadah tersebut dan terwujud dengan baik serta dapat dimanfaatkan sebagai mana
mestinya oleh Umat beragama untuk kegiatan Keagamaan.
Bhakti Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong Umat untuk tulus iklas
mengabdi atas dasar kesadaran pengabdian, yang dimaksudkan disini adalah selain
berbhakti kepada Hyang Widi Wasa (Tuhan) juga mengabdi untuk kepentingan
masyarakat, Bangsa, dan Negara.
Jnana Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong umat untuk yang mempunyai
kemampuan pemikiran – pemikiran yang cemerlang dan positif untuk disumbangkan
secara sukarela dan tanpa imbalan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan
Negara.
Raja Yoga Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong umat untuk selalu
menghubungkan diri dengan Tuhan melalui kegiatan sembahyang, tapa (mengikuti
untuk tidak melanggar larangan/ \pantangan), brata (mengendalikan diri) dan
semadi (selalu menghubungkan diri dengan berpasrah diri kepada Tuhan melalui berjapa/jikir).
2. Pawongan
Pawongan adalah hubungan harmonis antara sesama umat manusia. Dalam hal ini
ditekankan agar sesama umat beragama untuk selalu mengadakan komunikasi dan
hubungan yang harmonis melalui kegiatan Sima Krama Dharma Santhi/silahturahmi.
Dan kegiatan ini dipandang penting dan strategis mengingat bahwa umat manusia
selalu hidup berdampingan dan tidak bisa hidup sendirian. Oleh karena itu tali
persahabatan dan persaudaraan harus tetap terjalin dengan baik.
3. Palemahan
Palemahan adalah hubungan harmonis antara umat manusia dengan alam
lingkungannya. Ajaran ini menekankan kepada umat manusia untuk tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam sekitar, sehingga terwujud keharmonisan alam dan
tetap terjaganya keseimbangan ekosistem. Untuk mewujudkan keharmonisan dengan
alam lingkungan, bentuk-bentuk nyata yang dapat dipedomani dan dilaksanakan
khususnya bagi Umat Hindu adalah melalui pengamalan makna Tumpek Uduh, Tumpek
Kandang dan Caru (Bhuta Yajna) dengan berbagai tingkatannya. Semuanya itu merupakan
suatu tatanan yang mendasar serta mengandung konsep – konsep keseimbangan yang
pada intinya memberikan dorongan untuk menumbuh kembangkan rasa cinta kasih
kepada sesama dan alam lingkungan.
Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi adalah ajaran yang merupakan suatu konsep
untuk menciptakan keharmonisan hubungan yang meliputi hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan sesama umat manusia dan hubungan manusia dengan alam
lingkungannya.
nice gan.......
BalasHapus