Senin, 03 Maret 2014

Hindu Mendebat Part 1

1 . Tuhan adalah Dewa?

Teman (T) : Orang Hindu menyembah banyak Dewa, ya ? Hindu Politeis.

Anak Hindu (AH) : Di dalam Weda ada kalimat terkenal yang menyatakan sbb: “Ekam Sat Vipra Bahuda Vadanti, “ artinya “ Tuhan itu satu, tetapi orang bijaksana (para maharsi) menyebutkan dengan berbagai nama. Pernyataan di dalam Weda ini sudah ada jauh sebelum lahirnya agama Kristen dan Islam.

(T) : Jadi Hindu juga menganut monoteisme?

(AH) : TIDAK!! Monoteisme adalah paham tentang satu Tuhan yang memiliki bentuk dan sifat seperti manusia, antara lain cemburu, benci, marah dan dendam dan bermukim jauh di surga atau di langit ketujuh. Sedangkan Tuhan di dalam pengertian Hindu, ada di mana-mana, di dalam dan diluar ciptaan. Wyapi wyapaka.

(T) : Jadi Tuhan ada di dalam bumi, di dalam pohon-pohon, dan manusia? Bagaimana bisa? Bukankah itu menyekutukan Tuhan?

(AH) : Tuhan di dalam paham Hindu, adalah maha ada, Mahatakterbatas. Artinya dia ada di mana-mana, keberadan manusia, pohon-pohon, batu-batuan dan lain-lain, tidak dapat membatasi atas menghalangi keberadaan Tuhan.

(T) : Kok bisaa?

(AH) : Tuhan itu bersifat rohani, bukan jasmani atau materi seperti manusia atau alam. Di dalam kitab suci Hindu diandaikan Tuhan seperti api yang ada di dalam setiap kayu yang terbakar. Atau seperti lisitrik yang menghidupkan dan menggerakkan semua alat-alat elektronik yang ada di dalam materi?

(T) : Bila Tuhan ada di dalam ciptaan, apakah dia tidak kotor, karena ada di dalam ,materi?


(AH) : Mutiara sekalipun diletakkan di tempat sampah atau dilumpur, tetap saja mutiara. Matahari menerangi semua tempat, termasuk tempat kotor, tidak dipengaruhi oleh kekotoran tempat itu. Apalagi Tuhan yang menciptakan dan lebih suci dari matahari itu.


(T) : Tapi kan monoteisme lebih baik?


(AH) : Kata siapa? Tuhan monoteisme kan berpihak pada satu kelompok pemeluk agama saja. Tuhan menurut agama Hindu tidak berpihak. Karna dia ada dimana-mana, ada dalam setiap ciptaan, tidak mungkin dia hanya menjadi TUhan bagi sekelompok orang apalagi memusuhi kelompok lainnya. Tuhan menurut agama Hindu, adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta, seluruh manusia yang dia ciptakan. Kalau dia hanya menjadi Tuhan untuk satu kelompok orang, mengapa dia menciptakan seluruh manusia? Monoteisme bukanlah Tuhan bagi seluruh manusia. Monotheisme mirip kepala suku. Karena hanya kepala suku yang berpihak kepada sekelompok orang, sukunya, dan memiliki musuh. Sementara Tuhan alam semesta pasti tidak memiliki musuh.


(T) : Bila bukan monoteisme lalu paham ketuhanan-mu disebut apa?


(AH) : Paham ketuhanan Hindu ini dalam istilah filsafat Barat disebut panteisme. Pan artinya semuanya, teis artinya Tuhan. Jadi panteisme artinya Tuhan yang satu itu adalah semuanya. Satu menjadi banyak. Monoteisme dengan Tuhan pemcemburu yang hanya berpihak kepada satu kelompok orang sering menimbulkan konflik dan perang.

(T) : Lalu Dewa itu apa?

(AH) : Kata Dewa dalam bahasa Sansekerta memiliki banyak arti. * Antara lain “ yang memberi”. Tuhan adalah Dewa karena dia memberi seluruh dunia.Orang terpelajar yang memberikan ilmu pengetahuan kepada sesama manusia adalah Dewa (Vidvamso hi devah). MAtahari, bulan dan bintang-bintang di langit adalah para Dewa karena merekkan memberi cahaya kepada semua ciptaan. Ayah dan Ibu dan pembimbing spiritual adalah juga para Dewa. Bahkan seorang tamu juga adalah Dewa. Maka Dewa kemudian berarti cahaya. Kalau diandaikan matahari adalah Tuhan sinarnya yang tak terhitung jumlahnya itu adalah para Dewa. Jadi para Dewa itu sebenarnya adalah nama-nama Tuhan di dalam fungsinya yang terbatas. Misalnya Brahma adalah nama TUhan dalam fungsinya sebagai pencipta. Wisnu adalah nama Tuhan dalam fungsinya sebagai pemelihara. Dan Siwa adalah nama Tuhan dalam fungsinya sebaga pemrelina/pelebur.

(T) : Siva itu Dewa perusak ya?

(AH) : Bukan perusak tapi pemrelina. Semua yg ada di dunia ini tunduk pada hukum alam yang dalam agama Hindu disebut “RTA”, yaitu, hukum, tumbuh, tambah, musnah. Atau lahir tumbuh berkembang menjadi tua lalu mati. Manusia, binatang, dan tumbuhan mengalami hal itu. Jika isi alam ini semuanya hanya lahir berkembang dan tidak pernah mati, pastilah alam ini akan penuh. Dan karena itu tidak ada ciptaan baru. Nah proses kematian itulah yang disebut premlina. Contoh lain, perhiasaan lama yang dibuat dari emas dilebur, emas itu dibentuk menjadi perhiasaan baru. Proses peleburan itu disebut juga premlina, itulah fungsi Siva.

Hindu menjawab (Tuhan orang Hindu banyak?)

Pertanyaan yang sangat sering saya dengar dari teman-teman saya selama berada didalam dan luar indonesia adalah; Kamu memuja dewa siapa? Dewa itu lebih perkasa dan lebih hebat dari dewa yang lain ya?
Pertanyaan menggelitik tapi juga tidak dapat disalahkan begitu saja karena memang pada kenyataannya dalam filsafat Vedanta dikenal dengan adanya 33 juta dewa. Wooow…. Banyak banget ya?

Mungkin anda sebagai umat Hindu juga belum mengetahui tentang hal ini. Mungkin anda selama ini menjelaskan bahwa dewa-dewa itu adalah nama lain dari Tuhan sesuai dengan tugas yang diemban beliau saat itu. Orang tua dan guru kita selama ini menjelaskan dengan sangat meyakinkan sekali kalau Tuhan disebut Siva saat beliau menjalankan Tugasnya sebagai pelebur, disebut Brahma saat beliau menjalankan tugasnya sebagai pencipta, sebagai Visnu saat menjalankan tugasnya sebagai pemelihara. Apakah benar seperti itu? Adakah sloka-sloka Veda yang mendukung pernyataan-pernyataan indah tersebut?
Jadi ada baiknya kita mengkaji lebih dalam dan mengambil sisi positif dari pertanyaan umat lain yang memojokkan tentang banyaknya “Tuhan” yang dipuja umat Hindu.

Mari kita tengok dan pelajari sekali lagi sloka demi sloka yang berkenaan dengan dewa dan Tuhan.

1. Rg.Veda X. 129.6 “Setelah diciptakan alam semesta dijadikanlah Dewa-dewa itu“
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dewa-dewa diciptakan setelah alam semesta material tercipta

2. Manawa Dharmasastra 1. 22 “Tuhan yang menciptakan tingkatan Dewa-Dewa yang memiliki sifat hidup dan sifat gerak“

3. Bagavad gita 9,23 “Orang orang yang menyembah dewa dewa dg penuh keyakinan sesungguhnya hanya menyembahku, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang keliru , hai putra Kunti“

4. Bhagavad gita 9.25 ” Orang yang menyembah dewa-dewa akan dilahirkan di antara para dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke planet leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan di tengah-tengah mahluk-mahluk seperti itu dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku“

Dari sloka ini dapat kita simpulkan bahwa dewa berasal dari Tuhan. Dewa adalah manifestasi yang mengemban misi-misi/tugas tertentu.

Jika kita cermati cara sembahyang umat Hindu khususnya di Bali, maka dibedakan menjadi beberapa macam;

1. Mencakupkan tangan yang diletakkan di atas ubun-ubun untuk memuja Tuhan
2. Mencakupkan tangan di depan kening untuk menghormati para dewa dan leluhur
3. Mencakupkan tangan di depan dada dan mengucapkan om swastiastu sebagai tanda hormat terhadap sesama manusia (greeting)
4. Mencakupkan tangan di dada tapi dengan ujung jari menghadap ke bawah untuk penghormatan pada buta kala/magluk halus yang biasanya diterapkan pada saat upacara pecaruan.

Jadi dari sini sudah sangat jelas bahwa leluhur kita sudah mengajarkan bahwa Hindu memuja 1 Tuhan, menghormati para dewa, leluhur serta semua mahluk hidup ciptaan Tuhan

Ingat walaupun kita sering disebut makhluk yang mulia sudah memiliki sabda, bayu dan idep tetapi kita tidak boleh bertinggi hati, kita hidup ini berdampingan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam, kita tidak mungkin bisa hidup sendiri bukan? makanya sering dalam Hindu di Bali mengenal Tri Hita Karana. Ap itu Tri Hita Karana ?

Konsep Tri Hita Karana

 
Tri hita karana adalah tiga sumber yang mendatangkan keselamatan atau kebaikan (Ragam Istilah Hindu, Tim Bali Age, 2011:) yakni hubungan baik antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), antara manusia dengan manusia (pawongan), antara manusia dengan lingkungan (palemahan). Perpaduan ketiga aspek keseimbangan merupakan sistem keharmonisan hidup (lahir dan batin). Tri hita karana didasarkan pada keyakinan bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan, dipelihara dan dipralina (dilebur) oleh Tuhan sebagai Tri Murti (Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa) yang mempunyai kekuatan Tri Kona yakni upeti (penciptaan) oleh dewa Brahma, setiti (pemelihara) oleh Dewa Wisnu, dan pralina (pelebur) oleh dewa Siwa. Siklus lahir (upeti), hidup (setiti), dan pralina (mati) terus berjalan (reinkarnasi/punarbawa) hingga ciptaan kembali menyatu dengan penciptanya. Berbagai konsep lain yang mendukung tri hita karana antara lain: Catur Marga/Yoga, Dewata Nawa Sanga, Dewi-Dewi sebagai sakti dari Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa (seperti Dewi Saraswati, Dewi Uma/Sri, dan Dewi Parwati), Panca Sarada (kepercayaan terhadap Tuhan, atman, karma pala, samsara, dan moksa), tiga kerangka dasar masyarakat Bali Hindu (tatwa, susila, upakara), Tat wam Asi, Tri Kaya Parisuda, dan Catur Purusartha. Sukardana (2010) lebih jauh menjabarkan keterkaitan ketiga kerangka dasar tersebut terhadap hampir semua konsep penataan kehidupan masyarakat Bali Hindu.

Penerapan Tri Hita Karana


Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu sebagai berikut
Hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya.
Hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya.
Hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia Yadnya.

TRI HITA KARANA

Tri Hita Karana terdiri dari :
Parahyangan
Pawongan
Palemahan


1. Parhyangan
Parahyangan adalah hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Brahman sang pencipta/Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai Umat beragama atas dasar konsep theology yang diyakininya khususnya Umat Hindu yang pertama harus dilakukan adalah bagaimana berusaha untuk berhubungan dengan Sang Pencipta melalui kerja keras sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk hal ini ditempuh dengan Catur Marga yaitu empat jalan menuju Sang Pencipta yakni :
Karma Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong Umat untuk berbuat semaksimal mungkin untuk kepentingan orang banyak atau dirinya sendiri berada dalam lingkungan itu. Apa yang dikerjakannya tersebut di landasi dengan rasa tulus iklas dan tanpa pamrih. Yang dapat diperbuat dan mempunyai nilai spiritual yang tinggi adalah membangun dan membantu pembangunan tempat-tempat ibadah baik melalui memberikan dana punya (memberikan sumbangan berupa uang atau bahan-bahan bangunan), sehingga dapat memperlancar kegiatan pembangunan tempat-tempat ibadah tersebut dan terwujud dengan baik serta dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya oleh Umat beragama untuk kegiatan Keagamaan.

Bhakti Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong Umat untuk tulus iklas mengabdi atas dasar kesadaran pengabdian, yang dimaksudkan disini adalah selain berbhakti kepada Hyang Widi Wasa (Tuhan) juga mengabdi untuk kepentingan masyarakat, Bangsa, dan Negara.
Jnana Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong umat untuk yang mempunyai kemampuan pemikiran – pemikiran yang cemerlang dan positif untuk disumbangkan secara sukarela dan tanpa imbalan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.
Raja Yoga Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong umat untuk selalu menghubungkan diri dengan Tuhan melalui kegiatan sembahyang, tapa (mengikuti untuk tidak melanggar larangan/ \pantangan), brata (mengendalikan diri) dan semadi (selalu menghubungkan diri dengan berpasrah diri kepada Tuhan melalui berjapa/jikir).


2. Pawongan
Pawongan adalah hubungan harmonis antara sesama umat manusia. Dalam hal ini ditekankan agar sesama umat beragama untuk selalu mengadakan komunikasi dan hubungan yang harmonis melalui kegiatan Sima Krama Dharma Santhi/silahturahmi. Dan kegiatan ini dipandang penting dan strategis mengingat bahwa umat manusia selalu hidup berdampingan dan tidak bisa hidup sendirian. Oleh karena itu tali persahabatan dan persaudaraan harus tetap terjalin dengan baik.


3. Palemahan
Palemahan adalah hubungan harmonis antara umat manusia dengan alam lingkungannya. Ajaran ini menekankan kepada umat manusia untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan alam sekitar, sehingga terwujud keharmonisan alam dan tetap terjaganya keseimbangan ekosistem. Untuk mewujudkan keharmonisan dengan alam lingkungan, bentuk-bentuk nyata yang dapat dipedomani dan dilaksanakan khususnya bagi Umat Hindu adalah melalui pengamalan makna Tumpek Uduh, Tumpek Kandang dan Caru (Bhuta Yajna) dengan berbagai tingkatannya. Semuanya itu merupakan suatu tatanan yang mendasar serta mengandung konsep – konsep keseimbangan yang pada intinya memberikan dorongan untuk menumbuh kembangkan rasa cinta kasih kepada sesama dan alam lingkungan.
Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi adalah ajaran yang merupakan suatu konsep untuk menciptakan keharmonisan hubungan yang meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan sesama umat manusia dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya.

1 komentar: